Tak bisa dipungkiri bahwa jasa Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno sangatlah besar. Namun hal itu tak serta merta membuatnya suci tanpa dosa. Layaknya manusia biasa, Soekarno punya sisi gelap dimana tak banyak orang yang tau.
Kamu tentu tak asing dengan nama Drs. Muhammad Hatta atau lebih dikenal sebagai Bung Hatta, dia adalah wakil Soekarno kala itu. Perselisihannya dengan Bapak Proklamator bahkan membuatnya mengundurkan diri.
Tindakan ini dipicu oleh Soekarno yang memproklamirkan bahwa dirinya adalah presiden seumur hidup. Hatta, selaku orang yang menjunjung kebebasan dalam berpolitik tentu menentang sikap tersebut. Hatta menyebut Soekarno telah melanggar konstitusi yang dicanangkan para pendiri bangsa. Tak tanggung-tanggung, Bung Hatta menyebut Soekarno telah kehilangan moral dalam menjalankan pemerintahannya sekaligus serakah dalam kekuasaan.
Sisi Gelap Soekarno Sang Bapak Proklamasi
Lantas, apa saja dosa politik Soekarno? Simak ulasannya di bawah ini.
1. Mendukung Romusha
Sisi gelap yang pertama, Soekarno ikut ambil andil dalam merayu dan mengorbankan rakyat Indonesia untuk mengikuti romusha. Foto ini adalah foto Soekarno yang digunakan oleh Jepang untuk melegitimasi, atau “mempromosikan romusha”.
Soekarno sendiri merupakan tokoh yang sangat berpengaruh pada zamannya. Apa yang dia katakan dan perbuat, sebagian rakyat akan mengikutinya tanpa mempertanyakan hal lain. Dalam buku berjudul “Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat” karya Cindy Adams, Soekarno melontarkan pernyataan yang mengejutkan.
“Sesungguhnya, akulah yang mengirim mereka untuk kerja paksa. Ya, akulah orangnya. Aku menyuruh mereka berlayar menuju kematian. Aku membuat pernyataan untuk menyokong pengerahan romusha. Aku bergambar dekat Bogor dengan topi di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukkan betapa mudah dan enaknya menjadi seorang romusha.”
Begitulah kata Bung Karno, terang-terangan mengakui keterlibatannya dalam Romusha. Padahal kita tahu bahwa romusha ini adalah sistem kerja paksa di masa penjajahan Jepang di Indonesia. Karena beban kerja ekstrem, banyak masyarakat Indonesia yang meninggal dalam bekerja. Hidup mereka tak ada yang menjamin.
2. Keterlibatannya dengan PKI
Di sisi gelap selanjutnya, pada masa Orde Lama, Soekarno punya hubungan baik dengan Dipa Nusantara Aidit, atau lebih dikenal dengan nama DN Aidit, selaku pimpinan PKI. Sang Presiden begitu memanjakan Partai Komunis ini karena gagasan Soekarno, yakni Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis).
Sedangkan PKI menjadi sentra gagasan tersebut. Pasca peristiwa G30S PKI, sikap Soekarno masih abu-abu. Sang Presiden mengumumkan bahwa kekuasaan dan pemerintahan tetap dipegang oleh dirinya, menganggap tragedi tersebut sebagai hal biasa dalam revolusi. Hal ini menjadi titik balik bagi masyarakat untuk menilai kembali kepemimpinan Soekarno.
Kebencian terhadap PKI, propaganda, dan sikap tidak jelas Soekarno yang secara tidak langsung telah mengakibatkan pembunuhan massal yang terjadi dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Nyawa jutaan simpatisan PKI melayang, tak peduli apakah mereka terlibat dalam peristiwa G30S.
3. Kecanduan Wanita
Sisi Gelap Soekarno yang ketiga, Soe Hok Gie, seorang mahasiswa fakultas sastra Universitas Indonesia, menulis kritikan pedas mengenai kepemimpinan Bung Karno dalam bukunya yang berjudul “Catatan Seorang Demonstran.” Soe Hok Gie yang terkenal kritis mengkritik kebijakan pemerintahan di bawah Presiden Soekarno. Dia menilai pemerintah membiarkan kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk, namun para pejabat di pemerintahan malah berfoya-foya di istana, seakan tidak terjadi apa-apa.
Sebagai manusia, saya kira saya senang pada Bung Karno, tetapi sebagai pemimpin, tidak ucapnya dalam buku tersebut, “Gimana aku tidak suka dengan situasi di tanah presiden? Dia muak melihat sikap pembantu-pembantu presiden seperti pengawal dan menterinya yang suka menjilat atas. Ada juga gaya pakaian sekretaris Presiden Soekarno yang dianggap terlalu ketat dan seksi.”
Pada suatu ketika, senat fakultas sastra UI menerima surat dari koordinator Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Profesor Pinocchio, di mana fakultas diminta mengirimkan 20 orang mahasiswi untuk nonton wayang kulit di istana semalam penuh. Hal itu sontak membuat G dan kawan-kawan tersinggung, seolah fakultas sastra adalah pemasok wanita untuk konsumsi istana, apalagi tanpa permintaan untuk mengundang seorang pun mahasiswa.
Pada suatu pagi tahun 1952, Bung Tomo pergi ke istana untuk bertemu dengan presiden. Apakah Anda tahu apa alasan di balik kunjungan Bung Tomo ke istana? Ternyata, Bung Tomo datang untuk mengonfirmasi berita bahwa Bung Karno sedang menjalin hubungan yang kurang pantas dengan seorang perempuan dari Salatiga. Padahal si wanita ini sudah memiliki suami.
4. Congkak
Sisi Gelap yang keempat, Soekarno adalah sosok yang hebat, tapi apakah dia hebat dalam segala hal? Ini tentu tidak. Rezim Soekarno sibuk menggaungkan ideologi Nasakom beserta jargon politik lainnya. Dia membiarkan faksi-faksi di bawahnya bertikai dan memandang dirinya sebagai dalang yang menengahi dan mengendalikan semuanya. Dia bahkan menganggap Indonesia sebagai negara yang terkuat, seakan bisa menantang seluruh dunia dengan keluar dari PBB dan membuat tandingannya, Konfederasi Konefal.
Pada akhir masa jabatannya, Soekarno mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Tujuannya adalah menyatukan rakyat dan faksi yang terpecah belah akibat ulahnya sendiri. Dia juga tak segan memenjarakan tokoh politik yang berseberangan dengannya, hanya bermodalkan tuduhan yang bahkan tidak terbukti.
5. Poligami
Sisi Gelap Soekarno yang terakhir dan sudah banyak yang mengetahuinya adalah jumlah istrinya yang sangat banyak sepanjang hidupnya. Soekarno menikah sebanyak sembilan kali, enam di antaranya cerai, dan tiga bertahan hingga Soekarno wafat. Sebenarnya tidak ada yang tahu berapa jumlah total istri sang proklamator.
Istri Bung Karno yang paling terkenal adalah Fatmawati, karena dialah yang menjahit bendera merah putih. Kemudian, disusul oleh Ratna Sari Dewi, wanita asal Jepang ini diakui sebagai istri tercantik oleh netizen. Tidak akan saya bahas terlalu banyak, karena sudah banyak channel lain yang membahasnya.
6. Membubarkan DPR
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, membubarkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) pada tahun 1959 sebagai bagian dari kebijakan politiknya yang dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin. Keputusan tersebut terjadi dalam konteks politik yang kompleks dan merupakan bagian dari serangkaian tindakan yang diambil Soekarno untuk memperkuat otoritasnya sebagai pemimpin negara.
Secara sepihak, Presiden Soekarno kemudian, melalui Dekrit 5-7-1959, membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Kemudian, presiden mengangkat semua anggota MPRS. Dengan demikian, DPR yang terpilih dari Pemilu 1955 awalnya dibubarkan dan digantikan oleh DPR baru, di mana anggotanya diangkat berdasarkan keputusan langsung dari Soekarno. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Ini merupakan kebijakan yang diambil oleh Jalan Bung Karno.
7. Hiperinflasi
Pada akhir pemerintahan Soekarno, keadaan bangsa ini tengah mengalami kekacauan. Perekonomian terpuruk, bahkan mengalami hiperinflasi pada periode 1963-1965. Salah satu pemicu hiperinflasi tersebut adalah kebijakan Presiden Soekarno yang mencetak rupiah secara berlebihan.
Titik puncak tingkat inflasi melewati 100%, atau yang lebih dikenal dengan istilah “tahun heron,” terjadi pada tahun 1962 dengan angka mencapai 1165. Tindakan ini diambil untuk membayar utang dan mendanai proyek-proyek megah seperti pembangunan Monas.
Namun, situasi semakin merosot dengan signifikannya penurunan pendapatan perkapita Indonesia, terutama pada periode 1962 hingga 1963.
Di sisi lain, bantuan luar negeri yang sangat dibutuhkan terhenti setelah Soekarno menolak bantuan dari Amerika Serikat dan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Inflasi bahkan mencapai angka 600 persen.
Upaya penanganan dilakukan pada tanggal 13 Desember 1965, di mana pemerintah melakukan pemotongan nilai rupiah dari Rp1.000 menjadi satu rupiah, yang dalam sejarah sering disebut sebagai “seribu pecah satu.”
Sebagai penutup, berikut ini kutipan Soekarno ketika ia dicap sebagai pemimpin diktator.
“Apa aku seorang diktator? Tidak! Ada lima buah badan demokratis yang memerintah bersamaku. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung serta Presidium, sebuah triumvirat yang terdiri dari Wakil Perdana Menteri Subandrio, Leimena dan Khairul Saleh,” bantah Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams.
“Seorang diktator memiliki suatu partai di belakangnya. Yang selalu siap mengambil kekuasaan. Soekarno tidak punya. Soekarno tidak memiliki organisasi yang mendukungnya. Seorang diktator memerintah dari tahtanya. Soekarno tidak berada di tengah rakyat, Soekarno adalah rakyat.”
“Tidak kawan, aku bukan Hitler. Jika benar bahwa seseorang pemimpin yang dikaruniai daya tarik dan wibawa untuk menggerakan orang banyak itu seorang diktator, biarlah dikatakan aku seorang diktator yang berbuat kebajikan,” jelas Soekarno.
Itulah tujuh sisi gelap Soekarno yang tak banyak diketahui. Bermula dari dirinya yang membangkitkan semangat bangsa demi memerdekakan diri, berubah menjadi seseorang yang “kecanduan kekuasaan”. Terimakasih telah membaca sisi gelap dan dosa politik Ir. Soekarno.