Ecofeminisme menggambarkan gerakan dan filsafat yang menghubungkan feminisme dengan ekologi. Istilah ini diyakini diciptakan oleh penulis Prancis Françoise d’Eaubonne dalam bukunya, Le Féminisme ou la Mort (1974) yang apabila diterjemahkan berarti Feminisme atau Kematian.

Apa itu ekofemisme?

Teori etika lingkungan didominasi oleh cara berfikir budaya patriarki, oleh sebab itu keduanya seringkali berkaitan dan itulah yang mendasari teori ecofeminism.

Hubungan Ekofeminisme dan Etika Lingkungan

Kata “eko” dalam ekologi berasal dari Bahasa Yunani Oikos, yang artinya rumah tempat tinggal semua perempuan, laki-laki, hewan, tumbuhan, air, udara sampai matahari. Ekologi mempelajari bagaiamana hubungan antara manusia dan lingkungan hidup; menghubungkan antara ilmu kemanusiaan dengan ilmu alam secara interdispliner.

Pendekatan interdispliner adalah kerja sama antara beberapa ilmu tentang tema yang sama dengan maksud mencapai suatu pandangan terpadu.

Kesadaran ekologi hendak melihat kenyataan dunia ini secara integral holistik, bahwa dunia mengandung banyak keanekaragaman. Diharapkan manusia mau bekerjasama dengan lingkungan demi mengarahkan kehidupan kepada kesejahteraan anggota komunitas dunia (bukan hanya manusia). Artinya, manusia mengakui sekaligus menghargai hak hidup setiap mahluk sebagai subjek mandiri dan bermartabat dalam dunia yang konkret integral.

Gerakan feminisme dan ekologis bisa berjalan bersama karena keduanya hendak membangun pandangan terhadap dunia yang tidak didasari oleh model-model patriarkhis dan dominasi-dominasi. Ekologi dan feminisme berkaitan secara historis kausal yang berperan mengekspos dan membongkar dualisme tersebut serta menyusun kembali gagasan filosofis yang mendasarinya.

Pada akhirnya berbicara tentang masalah lingkungan tidak hanya berpusat pada lingkungan hayati fisik tetapi juga lingkungan sosial budaya. berbicara budaya berarti berbicara pola pikir, nilai, kebiasaan, adat masyarakat setempat. Oleh karenanya konservasi lingkungan juga harus lebih memahami pola pikir masyarakat lokal.

Pola pikir yang ‘lebih memahami’, humanis, empati, ini identik dengan pola pikir ekofeminisme yang mencoba membuat terobosan keadilan untuk alam dengan analogi masyarakat bahwa alam selalu di mitoskan sebagai perempuan.

Karena mitos tersebut maka pola pikir para ekofemis akan bersahabat dengan alam, memahami alam, empati terhadap alam dengan mengembangkan kesetaraan dan keadilan bagi alam tanpa keploitasi dan tanpa merugikan alam. Bukan pola pikir sebaliknya yang
mengekploitasi dan merugukan alam.

Ecofeminisme menghubungkan eksploitasi dan dominasi perempuan dengan lingkungan, dan berargumen bahwa ada hubungan sejarah antara perempuan dan alam. Para ecofeminis percaya bahwa hubungan ini diilustrasikan melalui nilai-nilai ‘feminin’ secara tradisional seperti saling memberi, merawat, dan kerjasama, yang ada baik di antara perempuan maupun di alam.

Selain itu, ecofeminis menarik hubungan antara menstruasi dan siklus bulan, kelahiran dan penciptaan, dll. Perempuan dan alam juga bersatu melalui sejarah bersama mereka yang tertindas oleh masyarakat patriarki Barat.

Kerangka Ekofeminisme Greta Gaard dan Lori Gruen

Dalam esai berjudul “Ecofeminism: Toward Global Justice and Planetary Health,” penulis Greta Gaard dan Lori Gruen merinci apa yang mereka sebut sebagai “kerangka ecofeminis.”

Kerangka ini dimaksudkan untuk membentuk cara pandang dan pemahaman terhadap situasi global saat ini sehingga kita dapat lebih memahami bagaimana kita sampai pada titik ini dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan.

Keempat sisi kerangka tersebut adalah:

  1. Materialisme mekanis dari alam semesta yang berasal dari revolusi ilmiah dan pengurangan selanjutnya dari segala sesuatu menjadi sumber daya semata untuk dioptimalkan;
  2. Kemunculan agama-agama patriarki dan pendirian mereka terhadap hierarki gender bersamaan dengan penolakan terhadap keilahian imanen;
  3. Dualisme diri dan lainnya, bersama dengan kekuatan dan etika dominasi yang melekat padanya;
  4. Kapitalisme dengan kebutuhan intrinsiknya untuk eksploitasi, perusakan, dan instrumentalisasi hewan, bumi, dan manusia hanya untuk tujuan menciptakan kekayaan.

Mereka berpendapat bahwa empat faktor ini telah membawa kita pada apa yang ecofeminis lihat sebagai “pemisahan antara alam dan budaya” yang merupakan akar penyebab penyakit planet kita.

Esai ini menyajikan sejumlah data dan statistik serta merinci aspek teoretis kritik ecofeminis.

Vandana Shiva berpendapat bahwa perempuan memiliki hubungan khusus dengan lingkungan melalui interaksi harian mereka, dan hubungan ini telah diabaikan.

Dia mengatakan bahwa perempuan dalam ekonomi subsisten yang menghasilkan “kekayaan bersama dengan alam, telah menjadi ahli dalam pengetahuan holistik dan ekologis tentang proses alam.”

Namun, dia menunjukkan bahwa “mode pengetahuan alternatif ini, yang diorientasikan pada manfaat sosial dan kebutuhan keberlanjutan, tidak diakui oleh paradigma reduksionis kapitalis, karena tidak dapat melihat keterhubungan alam, atau hubungan kehidupan, pekerjaan, dan pengetahuan perempuan dengan penciptaan kekayaan.

Feminis dan ekolog sosial Janet Biehl telah mengkritik ecofeminisme karena terlalu fokus pada hubungan mistis antara perempuan dan alam dan kurang memperhatikan kondisi nyata perempuan. Rosemary Radford Ruether bergabung dengan Janet Biehl dalam mengkritik fokus pada mistisisme daripada pekerjaan yang berfokus pada membantu perempuan, tetapi berpendapat bahwa spiritualitas dan aktivisme dapat digabungkan secara efektif dalam ecofeminisme.

Sejarah Ekofeminisme

Sejarah Ekofeminisme

AKHIR ABAD KE-19 DAN AWAL ABAD KE-20

Ecofeminisme diusulkan sebagai istilah pada tahun 1970-an. Perempuan berpartisipasi dalam gerakan lingkungan, khususnya pelestarian dan konservasi, jauh sebelum itu. Dimulai pada akhir abad ke-19, perempuan bekerja dalam upaya melindungi satwa liar, makanan, udara, dan air.

Susan A. Mann, seorang eco-feminis dan profesor teori sosiologis dan feminis, menganggap peran perempuan dalam aktivisme ini sebagai awal dari ecofeminisme di abad berikutnya.

Mann mengaitkan awal ecofeminisme bukan dengan feminis, tetapi dengan perempuan dari latar belakang ras dan kelas yang berbeda yang membuat hubungan antara gender, ras, kelas, dan masalah lingkungan.

Ideal ini dipegang teguh melalui gagasan bahwa dalam lingkaran aktivis dan teori, kelompok-kelompok yang terpinggirkan harus disertakan dalam diskusi. Pada awal gerakan lingkungan dan gerakan perempuan, masalah ras dan kelas sering kali dipisahkan.

Tahun 1980-an & 1990-an

Setelah dimulainya gerakan lingkungan pada awal 1970-an, muncul pertautan antara feminis dan gerakan keadilan sosial lainnya. Feminis yang tertarik pada gerakan ini mengeksplorasi bagaimana penindasan terhubung melalui gender, ras, kelas, ekologi, serta spesies dan gagasan kenegaraan.

Feminis ini mengembangkan teks, seperti Women and Nature (Susan Griffin 1978), The Death of Nature (Carolyn Merchant 1980), dan Gyn/Ecology (Mary Daly 1978). Teks-teks ini membantu menguatkan asosiasi antara dominasi pria terhadap perempuan dan dominasi budaya terhadap alam.

Dari teks-teks ini, aktivisme feminis pada tahun 1980-an menghubungkan gagasan ekologi dan lingkungan. Sebagai contoh, konferensi untuk perempuan yang didedikasikan untuk hidup di bumi dan protes melawan uji nuklir dan militarisme lain yang menindas feminitas. Pada puncak dekade tersebut, ecofeminisme telah menyebar ke kedua pesisir dan mengartikulasikan analisis lintas sektor perempuan dan lingkungan.

Pada akhirnya, menantang gagasan kelasisme lingkungan dan rasisme, menolak pembuangan limbah beracun, dan ancaman lain terhadap yang miskin. Namun, pada tahun 1990-an, teori-teori maju dalam ecofeminisme mulai dianggap sebagai essentialis. Melalui analisis yang dilakukan oleh feminis pos-struktural dan gelombang ketiga, diperdebatkan bahwa Ecofeminisme menyamakan perempuan dengan alam. Argumen essentialis menganggap ecofeminis sebagai penyembah dewi, yang bersikap anti-intelektual.

1990-an – Saat Ini

Ecofeminisme pada tahun 1990-an mendapat banyak kritik. Pandangan bahwa ecofeminisme bersifat essentialis dan terus memperkuat dominasi patriarki terus berkembang.

Pemikiran feminis seputar ecofeminisme tumbuh di beberapa area seiring dengan kritik tersebut, ecofeminisme vegetarian memberikan kontribusi pada analisis lintas sektor, dan ecofeminisme yang menganalisis hak-hak hewan, hak-hak buruh, dan aktivisme karena dapat menarik garis di antara kelompok yang tertindas.

Namun, penyertakan hewan non-manusia juga mulai dianggap sebagai essentialis. Ecofeminisme, ketika masuk ke abad ke-21, mulai menyadari kritik-kritik tersebut, dan ecofeminisme dengan pendekatan materialis mulai melakukan penelitian dan memberi nama ulang topik tersebut, seperti ekologi queer, keadilan lingkungan feminis global, dan gender serta lingkungan.

Contoh Ekofeminisme

Contoh Ekofeminisme

Ekofeminisme mencakup berbagai konsep dan praktik yang menunjukkan keterkaitan antara isu-isu lingkungan dan ketidaksetaraan gender. Beberapa contoh konkrit dari ekofeminisme termasuk:

  1. Pemahaman Terhadap Eksploitasi Alam dan Tubuh Perempuan: Ekofeminisme mengajukan argumen bahwa eksploitasi alam dan perempuan seringkali terjadi secara bersamaan. Penebangan hutan, misalnya, dianggap sebagai bentuk penyerangan terhadap alam yang serupa dengan penindasan terhadap perempuan. Konsep ini menekankan perlunya memahami dan mengatasi kedua bentuk eksploitasi tersebut secara bersamaan.
  2. Partisipasi Perempuan dalam Gerakan Lingkungan: Ekofeminisme mendorong partisipasi aktif perempuan dalam gerakan lingkungan. Perempuan sering kali menjadi kelompok yang terdampak secara langsung oleh perubahan lingkungan, dan keterlibatan mereka dianggap penting dalam merumuskan kebijakan dan solusi yang adil dan berkelanjutan.
  3. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Pertanian Berkelanjutan: Dalam konteks pertanian berkelanjutan, ekofeminisme mendorong pemberdayaan perempuan sebagai agen yang dapat membentuk sistem pertanian yang ramah lingkungan. Ini mencakup promosi praktik pertanian organik, diversifikasi tanaman, dan pemahaman akan peran vital perempuan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam.
  4. Penolakan Terhadap Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya: Gerakan ekofeminis menentang penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pertanian dan industri yang dapat merusak lingkungan dan mengancam kesehatan perempuan. Mereka mendorong transisi menuju praktik-praktik yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
  5. Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan Perempuan: Konsep ekofeminis mencakup upaya untuk mengembangkan ekonomi lokal dengan fokus pada kewirausahaan perempuan. Ini melibatkan pengembangan usaha kecil yang berkelanjutan, menggunakan sumber daya lokal dengan cara yang tidak merusak lingkungan.
  6. Pendidikan dan Kesadaran Gender-Lingkungan: Ekofeminisme menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran terkait gender dan lingkungan. Ini mencakup pembelajaran mengenai dampak peran gender terhadap interaksi manusia dengan alam serta promosi nilai-nilai kesetaraan dalam konteks pelestarian lingkungan.

Dengan demikian, contoh-contoh ini mencerminkan upaya nyata dalam menerapkan prinsip-prinsip ekofeminisme dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, dengan tujuan mencapai keberlanjutan yang inklusif dan adil.

Kritik Utama Essensialisme

Beberapa kritik terhadap eco-feminisme adalah bahwa dikotomi antara perempuan dan laki-laki, serta alam dan budaya, menciptakan dualisme yang terlalu ketat dan terfokus pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Eco-feminisme terlalu kuat dalam mengaitkan status sosial perempuan dengan status sosial alam, daripada pandangan non-essentialis bahwa perempuan bersama dengan alam memiliki kualitas maskulin dan feminin, dan bahwa seperti halnya kualitas feminin sering dianggap kurang bernilai, alam juga dianggap memiliki nilai yang lebih rendah daripada budaya, atau kualitas yang terlibat dalam konsep-konsep ini.

Kontras dengan Feminisme

Ecofeminisme lebih lanjut dikritik sebagai essentialis karena pandangan yang bertentangan tentang apa yang merupakan partisipasi dalam struktur penindasan. Feminisme modern berusaha membuat mungkin bagi perempuan untuk menduduki posisi kekuasaan di dunia bisnis, industri, dan politik, karena peran yang menonjol dalam masyarakat dapat meningkatkan kesetaraan gender, kesetaraan pembayaran, dan pengaruh melalui visibilitas dan keterlibatan langsung. Sebaliknya, banyak ecofeminis akan menentang keterlibatan aktif dalam arena-arena ini, karena ini adalah struktur-struktur yang hendak dirobohkan oleh gerakan ini.

Konsep Ecofeminism

Dalam bukunya Ecofeminism (1993), para penulis Vandana Shiva, Maria Mies, dan Evan Bondi merinci tentang sains modern dan penerimaannya sebagai sistem universal dan bebas nilai. Sebaliknya, mereka melihat aliran dominan sains modern sebagai proyeksi nilai-nilai pria Barat.

Hak istimewa untuk menentukan apa yang dianggap pengetahuan ilmiah telah dikendalikan oleh pria, dan sebagian besar sejarahnya dibatasi pada pria. Bondi dan Mies menyebutkan contoh termasuk medisalisasi kelahiran dan industrialisasi reproduksi tanaman.

Bondi berpendapat bahwa medisalisasi kelahiran telah menjauhkan pengetahuan bidan dan mengubah proses kelahiran alam menjadi suatu prosedur yang bergantung pada teknologi khusus dan keahlian yang diakui. Demikian pula, ketergantungan pertanian pada benih dan pupuk yang diproduksi secara industri membuat proses alam yang regeneratif menjadi bergantung pada input teknologi.

Klaim umum dalam literatur ecofeminis adalah bahwa struktur patriarki membenarkan dominasinya melalui oposisi biner, termasuk tetapi tidak terbatas pada: surga/bumi, pikiran/tubuh, laki-laki/perempuan, manusia/binatang, roh/bahan, budaya/alam, dan putih/bukan putih.

Penindasan diperkuat dengan mengasumsikan kebenaran dalam biner ini dan menanamkannya sebagai ‘mengagumkan untuk disaksikan’ melalui konstruk agama dan ilmiah. Penerapan ecofeminisme pada hak-hak hewan telah membentuk ecofeminisme vegetarian, yang menegaskan bahwa “menghilangkan penindasan terhadap hewan dari analisis feminis dan ecofeminis […] tidak konsisten dengan dasar-dasar aktivis dan filsafat baik feminisme (sebagai “gerakan untuk mengakhiri segala bentuk penindasan”) maupun ecofeminisme.

Ekofeminisme di Indonesia

Mama Aleta Baun

Di Indonesia, perjuangan yang mengusung ide-ide feminisme telah mencatat berbagai kisah sukses, seperti yang terlihat pada peran Mama Aleta Baun di Molo, Nusa Tenggara Timur (NTT), gerakan menolak reklamasi di Teluk Benoa, Bali, dan gerakan Ibu Bumi di Kendeng, Jawa Tengah.

Kisah Mama Aleta Baun mencerminkan gerakan perempuan di NTT yang menentang eksploitasi gunung untuk kepentingan tambang marmer. Dalam tindakan protesnya, para perempuan dengan berani mengangkat bajunya dan menampilkan payudaranya sebagai simbol perlawanan, dengan tujuan mencegah perusahaan tambang masuk ke wilayah mereka. Gerakan ini berhasil mencapai tujuannya.

Keberhasilan perjuangan tersebut terletak pada simbol payudara sebagai manifestasi kehidupan masyarakat, dan ketika perusahaan mengancam perempuan yang melindungi wilayah tersebut, itu dianggap sebagai penghancuran yang setara dengan kehilangan sumber daya seperti susu, yang tak dapat lagi memberikan nutrisi atau kehidupan bagi masyarakat.”

Gerakan lain yang berhasil adalah penolakan reklamasi Teluk Benoa di Bali, yang merangkul konsep Dewi Sang Hyang Dedari sebagai dasar untuk melindungi wilayah-wilayah yang hendak dimasuki oleh perusahaan.

“Pemanfaatan kedekatan perempuan dengan alam sebagai strategi terbukti berhasil dalam menghentikan konsesi atau kehadiran perusahaan di wilayah tersebut.”

Meskipun demikian, kendala muncul ketika gerakan ini terhenti setelah tuntutan-tuntutannya dipenuhi. Di sisi lain, ketidaksetaraan gender dalam masyarakat masih tetap terjadi, seperti dalam keterbatasan akses perempuan terhadap sumber daya seperti hutan.

Kritik lain terkait implementasi kesetaraan gender yang bersifat semu dalam berbagai program, baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh pihak lain.

Meskipun sudah ada banyak program pengarusutamaan gender yang menunjukkan komitmen baik dari negara maupun instansi terkait, seringkali partisipasi perempuan hanya terbatas pada tingkat kehadiran formal tanpa memberikan dampak nyata.”

Meskipun terdapat berbagai perspektif feminisme, semuanya sepakat bahwa tujuan gerakan ekofeminisme adalah untuk menegakkan keadilan lingkungan dan melawan dominasi serta eksploitasi terhadap alam.

Teori dari Aktivis Ekofeminis

  1. Evan Bondi – Pemimpin berpengaruh dalam gerakan feminis dan dijuluki sebagai “suara rimba dan perempuan,” Bondi membela kemajuan hak lingkungan untuk hewan dari semua jenis kelamin dan merupakan penulis dan kartunis vokal dalam gerakan ecofeminism awal.
  2. Françoise d’Eaubonne – Mengajak perempuan untuk memimpin revolusi ekologis guna menyelamatkan planet. Ini melibatkan revolusi hubungan gender dan hubungan manusia dengan alam.
  3. Sallie McFague – Teolog ecofeminis terkemuka, McFague menggunakan metafora tubuh Tuhan untuk mewakili alam semesta secara keseluruhan. Metafora ini menghargai hubungan inklusif, mutualistik, dan saling ketergantungan di antara semua hal.
  4. Rosemary Radford Ruether – Telah menulis 36 buku dan lebih dari 600 artikel yang mengeksplorasi persilangan feminisme, teologi, dan perawatan terhadap ciptaan.
  5. Vandana Shiva – Shiva adalah fisikawan, penulis, aktivis, feminis, dan filsuf dari India. Dia adalah peserta dalam gerakan Chipko pada tahun 1970-an, yang menggunakan aktivisme tanpa kekerasan untuk memprotes dan mencegah pembabatan hutan di Pegunungan Garhwal di Uttarakhand, India, yang saat itu berada di Uttar Pradesh.
  6. Maria Mies – Ia adalah kritikus sosial Jerman yang terlibat dalam pekerjaan feminis di seluruh Eropa dan India. Dia bekerja khususnya pada persilangan patriarki, kemiskinan, dan lingkungan pada tingkat lokal dan global.
  7. Val Plumwood – Sebelumnya Val Routley, adalah intelektual dan aktivis ecofeminis Australia yang menonjol dalam pengembangan ekosofi radikal dari awal 1970-an hingga akhir abad ke-20. Dalam karyanya “Feminisme dan Penguasaan Alam,” ia menjelaskan hubungan manusia dan lingkungan terkait dengan ideologi eco-feminis.
  8. Greta Gaard – Sarjana dan aktivis ecofeminis Amerika. Kontribusi utamanya dalam bidang ini menghubungkan gagasan teori queer, vegetarianisme, dan pembebasan hewan. Teori utamanya juga melibatkan ekokritik, yang bekerja untuk menyertakan kritik sastra dan komposisi untuk memberikan informasi pada ecofeminisme dan teori feminis lainnya untuk menangani berbagai isu sosial dalam ecofeminisme. Selain itu, Gaard adalah aktivis ekologis dan pemimpin di Partai Hijau serta Gerakan Hijau, kelompok aktivis politik yang sangat liberal dalam advokasi keadilan lingkungan dan sosial.
  9. Charlene Spretnak – Spretnak adalah penulis Amerika yang dikenal luas atas tulisannya tentang ekologi, politik, dan spiritualitas. Melalui tulisan-tulisannya ini, Spretnak menjadi ecofeminis terkemuka. Dia telah menulis banyak buku yang membahas masalah-masalah ekologis dari segi efek dengan kritik sosial, termasuk feminisme. Karya-karya Spretnak berpengaruh besar dalam pengembangan Partai Hijau. Dia juga telah memenangkan berbagai penghargaan berdasarkan visinya tentang ekologi dan masalah sosial, serta pemikiran feminis.
  10. Starhawk – Penulis dan aktivis Amerika, Starhawk dikenal atas karyanya dalam spiritualisme dan ecofeminisme. Dia mendukung keadilan sosial dalam isu-isu seputar alam dan roh. Isu-isu keadilan sosial ini masuk dalam cakupan feminisme dan ecofeminisme. Dia percaya pada melawan penindasan melalui interseksualitas dan pentingnya spiritualitas, kesadaran ekologis, dan pembebasan seksual dan gender.

Pandangan Vandana Shiva Terhadap Ekofeminisme

Pandangan Vandana Shiva Terhadap Ekofeminisme

Ekofeminisme menjadi suatu pergerakan intelektual yang semakin memperoleh perhatian, terutama melalui kontribusi pemikir-pemikir seperti Vandana Shiva. Dilahirkan pada tahun 1952 di lembah Dehradun, India, Shiva tidak hanya seorang fisikawan tetapi juga seorang aktivis lingkungan yang telah memberikan kontribusi yang berharga dalam mendefinisikan pandangan ekofeminisme.

Vandana Shiva menempuh pendidikan hingga meraih gelar Ph.D. dalam Filsafat Ilmu pada tahun 1978 dari University of Western Ontario. Perjalanan akademisnya tak berhenti di situ, karena pada tahun 1979, Shiva berhasil meraih gelar Ph.D. dalam Filsafat Ilmu dari Indian Institute of Science dan Indian Institute of Management di Bangalore hingga tahun 1982. Keahliannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan lingkungan telah menjadi landasan kuat bagi kontribusinya dalam dunia lingkungan hidup.

Pemikiran ekofeminisme Vandana Shiva mengusung ide bahwa revolusi hijau, yang seharusnya menjadi bentuk pembangunan yang berkelanjutan, malah mengadopsi ideologis maskulinitas sebagai manifestasi dari pengetahuan yang reduksionis. Pemikiran ini mendorong Shiva untuk menyoroti bahaya menuju monokultur, uniformitas, dan homogenitas yang membawa dampak pada penghilangan pengetahuan lokal dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati.

Dalam kritiknya terhadap neoliberalisme kapitalistik, Shiva menyoroti cara berpikir maskulin yang dominan dalam sejarah ilmu pengetahuan modern. Sebagai bentuk respons, Shiva mengusung prinsip feminin yang lebih intuitif, kooperatif, dan merawat. Pandangannya menyoroti dominasi ideologi maskulin dalam berbagai aspek kehidupan seperti developmentalisme, modernisasi, dan kapitalisme yang menempatkan eksploitasi, perusakan, dan reduksionisme sebagai kebutuhan intrinsiknya.

Vandana Shiva mengintegrasikan dimensi spiritualitas dalam pemahamannya terhadap alam secara feminin. Pendekatannya yang holistik mengaitkan feminitas dengan ekologi, membawa ekofeminisme sebagai gerakan sosial dan politik yang menunjukkan kesamaan yang signifikan antara lingkungan hidup dan feminisme.

Dengan misinya yang jelas, Shiva memandang ekofeminisme sebagai langkah untuk mendefinisikan ulang cara masyarakat melihat produktivitas dan kegiatan, baik yang terkait dengan perempuan maupun alam. Contohnya, pandangan terhadap sungai bukan hanya sekadar aspek penyelamatan lingkungan dan hak-hak perempuan, tetapi melibatkan seluruh spektrum isu kemanusiaan, termasuk kemiskinan, kelaparan, penolakan privatisasi air, dan penolakan pasar bebas.

Dengan segala kontribusinya, Vandana Shiva tidak hanya memberikan pemikiran kritis terhadap kondisi lingkungan, tetapi juga merintis jalan bagi pemahaman yang lebih mendalam mengenai hubungan antara feminisme dan ekologi dalam bingkai ekofeminisme.

Penutup

Dalam mengkaji ekofeminisme dan etika lingkungan, dapat disimpulkan bahwa kedua konsep ini memiliki keterkaitan erat dalam menggagas solusi terhadap permasalahan lingkungan global. Ekofeminisme menawarkan sudut pandang yang kaya akan perspektif gender terhadap isu-isu lingkungan, menghubungkan ketidaksetaraan gender dengan eksploitasi alam. Sementara itu, etika lingkungan memberikan kerangka kerja normatif untuk membimbing tindakan manusia dalam menjaga keberlanjutan ekosistem.

Pentingnya mendekati tantangan lingkungan dengan kesadaran terhadap peran gender menunjukkan bahwa ketidaksetaraan tidak hanya mempengaruhi hubungan antarmanusia, tetapi juga hubungan manusia dengan alam. Ekofeminisme mengajak untuk menggali akar penyebab perusakan lingkungan dengan menyoroti struktur kekuasaan yang tidak seimbang di antara gender. Dengan demikian, perubahan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan dapat dicapai dengan meretas sistem yang memperkuat ketidaksetaraan.

Sementara itu, etika lingkungan memberikan panduan moral yang dapat menjadi landasan bagi kebijakan dan tindakan kolektif dalam menjaga lingkungan. Pemikiran ini menegaskan bahwa kesejahteraan manusia tidak dapat dipisahkan dari kesejahteraan alam. Oleh karena itu, keberlanjutan ekosistem menjadi tujuan bersama yang memerlukan tanggung jawab kolektif.

Dalam mencapai keberlanjutan, kolaborasi antara gerakan ekofeminis dan pendekatan etika lingkungan dapat menjadi kombinasi yang kuat. Pengintegrasian perspektif gender dalam kebijakan lingkungan dapat melibatkan lebih banyak suara dan menciptakan solusi yang lebih holistik. Dengan demikian, kesimpulan ini menggarisbawahi pentingnya memahami dan mengadopsi pendekatan ekofeminis dan etika lingkungan sebagai upaya bersama dalam menghadapi tantangan lingkungan global saat ini.